Italia memiliki sejumlah kue tradisional yang bentuknya menyerupai alat kelamin, salah satunya cannoli.
Walau membuat beberapa orang zaman modern terbahak-bahak, asal-usul kue ini berasal dari tradisi yang tidak main-main.
Napoli terkenal dengan pizza, Roma dengan sajian pasta cacio e pepe, sementara Sisilia populer karena cannoli.
Dianggap makanan penutup mulut khas italia yang paling lezat, hampir setiap kafe dan toko kue di Sisilia dengan bangga menjual cannoli.
Pemerintah lokal menghormati pamor cannoli lewat laman daring mereka, sementara orang-orang Sisilia mengabadikan panganan ini melalui kalimat terkenal di film legendaris The Godfather, “Letakkan senjata, ambil cannoli.”
Jika Anda pernah melihat cannoli dan berpikir, “ya, kelihatannya seperti itu,” Anda tidak sendiri.
Makanan manis khas Sisilia yang digemari banyak orang ini memang menyerupai lingga. Namun ada alasan yang masuk akal di balik penciptaannya.
Merujuk sebuah legenda, selama kerajaan Arab menguasai kota Caltanissetta di kawasan Sisilia, sekitar tahun 1000 masehi, sekelompok perempuan membuat suguhan.
Makanan yang mereka ciptakan kue pastri goreng yang terbuat dari tepung, gula dan mentega, yang diisi dengan keju ricotta bercita rasa manis dan lembut.
Makanan ini dibuat untuk memuliakan maskulinitas pimpinan kerajaan yang notabene merupakan laki-laki.
Meski cerita ini tidak dapat dibuktikan karena tidak ada catatan tertulis yang mendukung, konsep kue berbentuk erotis memang sudah muncul sejak berabad-abad yang lalu.
Di masa Yunani Kuno, selama peringatan Thesmophoria yang digelar untuk menghormati dewi Persefone dan Demeter, orang-orang mengonsumsi madu dan kue wijen berbentuk payudara.
Mereka menyantapnya untuk merayakan kesuburan dan keibuan.
Kebiasaan itu diperkirakan berasal dari ritus era sebelumnya, yaitu penyembahan dewi Isis pada masa Mesir Kuno. Praktik itu diyakini menyebar ke seluruh kawasan Mediterania, termasuk wilayah Sisilia pada era pra-Romawi.
Menurut Maria Oliveri, seorang pakar isu warisan budaya dari kota Palermo, organ seksual tidak tabu bagi masyarakat Yunani dan Romawi kuno. Sebaliknya, organ seksual dihormati sebagai simbol kelimpahan.
“Bentuk makanan penutup khas Sisilia yang seperti organ seksual berasal dari masa itu. Dulu memiliki banyak anak dianggap penting karena merekalah yang akan menggarap ladang dan menafkahi keluarga,” kata Oliveri.
Pada abad ke-11, bangsa Norman mengubah Sisilia menjadi wilayah yang kental dengan ajaran dan nuansa Katolik. Tradisi kuno yang sebelumnya eksis pun akhirnya bercampur dengan tradisi Katolik.
Pengamatan titik balik matahari pada musim dingin menyatu dengan perayaan Natal, sementara ritual kesuburan menyatu dengan Paskah.
Makanan penutup kuno Sisilia pada era itu tetap bertahan, terutama karena peran para biarawati. Mereka membuat panganan untuk festival dan hari raya keagamaan.
Contohnya adalah cassata. Ini merupakan kue keju ricotta berbentuk bulat yang biasanya dihias dengan marzipan, kacang-kacangan, dan manisan buah-buahan.
Cassata diperkirakan pertama kali muncul pada masa kekuasaan Arab di Sisilia. Dibuat sebagai sajian perayaan musim semi, kue ini belakangan menjadi makanan khas Paskah, baik dalam tradisi Katolik maupun Yahudi.
Dan sama seperti cannoli, sejumlah makanan penutup Italia kuno lain yang bentuknya erotis telah diwariskan dari generasi ke generasi selama berabad-abad.
Kue berisi keju ricotta dan dilapisi gula putih serta manisan ceri, yang dikenal dengan sebutan Minni Di Sant’Agata atau Minni di Virgini, dibuat agar terlihat seperti payudara untuk menghormati Santa Agatha.
Agatha adalah martir era Romawi. Menurut cerita, payudaranya dipotong karena menolak rayuan seorang laki-laki.
Sementara itu, kue Feddi ru Cancillieri, yaitu kue almond dengan selai krim dan aprikot, dibuat dengan lelucon agar menyerupai bokong seorang kanselir.
“Biarawati tidak membuat makanan manis berbentuk erotis, seperti yang dipikirkan beberapa orang, bahwa mereka tertekan secara seksual dan ingin bersenang-senang. Para biarawati membuat kue itu karena mereka mewarisi tradisi kuno,” kata Oliveri.
Sejak zaman Yunani Kuno, simbol-simbol yang dibuat agar dapat dikonsumsi dikaitkan dengan ritual pengorbanan. Makanan ini dianggap membawa orang lebih dekat kepada para dewa.
Karena gagasan ini dibawa ke dalam tradisi Katolik, para biarawati diizinkan mengembangkan panganan seperti itu walau biara pada abad pertengahan melarang kerakusan.
Untuk pagelaran karnaval, sebuah perayaan pra-paskah yang berakar pada festival kuno untuk menghormati dewa anggur dan ekstasi Romawi, Bacchus, aturan soal kue berbentuk erotis ini bahkan semakin unik.
Menurut Dario Mangano, ahli semiologi di Universita degli Studi di Palermo yang menulis disertasi tentang makna semiotik makanan manis Sisilia, aturan terkait ini terkadang perlu dibatalkan agar bisa ditegaskan kembali.
Pada saat karnaval jelang paskah, warga era Romawi kuno diizinkan menyantap berbagai makanan manis berbentuk erotis ini.
Itu adalah satu-satunya peristiwa sepanjang tahun saat tradisi Katolik yang ketat dikendorkan demi ekspresi diri tanpa hambatan. Pada karnaval inilah, orang-orang di wilayah yang kental dengan tradisi Katolik dapat menyantap cannoli.
Laki-laki akan memberikan permen berbentuk lonjong kepada wanita untuk mengisyaratkan hasrat seksual mereka, sambil bernyanyi, “Ogni cannolu è scettru d ‘ogni Re … lu cannolu è la virga di Mosè.”
Lirik itu dalam bahasa Indonesia berarti, “Setiap cannoli adalah tongkat dari setiap raja… cannoli adalah penis Musa.
Sayangnya, sebagian besar biara yang menggunakan resep tradisional cannoli, salah satunya biara Abbazia Nova di Palermo, sudah ditutup. Saat ini hanya segelintir biarawati berusia lanjut yang masih tahu cara membuatnya.
Walau cannoli sekarang bisa Anda temukan di seluruh Italia, yang terbaik dan paling otentik hanya tersedia di beberapa kafe di kawasan Sisilia.
Kafe itu antara lain Caffe Sicilia di Noto, Euro Bar di Dattilo dan beberapa tempat di kawasan Piana degli Albanesi.
Demi menyelamatkan tradisi, Oliveri membuka toko kue pada tahun 2017 di dalam Monastero di Santa Caterina di kota Palermo. Toko kue itu dia namakan I segreti del chiostro (rahasia biara).
Oliveri membuat hidangan manis dari resep yang dia temukan lewat penelitian arsip. Sebagian resep dia peroleh dari keluarga bangsawan yang menerima resep kuno itu dari biara di Sisilia.
Tidak seperti kebanyakan toko kue, Oliveri tidak menggunakan kulit cannoli yang diproduksi massal di pabrik.
Oliveri membuat kulit itu dari bahan-bahan dasar. Dia menyiapkan adonan, memotongnya menjadi lingkaran, membungkusnya pada cetakan berbentuk lonjong, lalu kemudian menggorengnya.
Pada hari saat saya berbincang dengannya lewat sambungan telepon, Oliveri baru saja selesai membuat 900 kulit cannoli.
Menurutnya, cannoli buatan tangan lebih enak daripada cannoli yang diproduksi secara massal. Yang dibuat sendiri, kata dia, langsung digoreng dan dijual pada hari yang sama sehingga kerenyahan dan rasanya tetap terjaga.
Corrado Assenza, koki pastri dan pemilik Caffè Sicilia, adalah pewaris pembuatan kue Sisilia modern. Assenza merupakan salah satu figur yang diulas dalam serial Netflix, Chef’s Table.
Jika koki pastry lain membuat beberapa jenis cannoli, seperti menggulung kulitnya dalam butiran kacang pistachio atau menggunakan isian ricotta rasa cokelat, Assenza mengikuti resep tradisional yang lebih sederhana.
Dia mengisi cangkang cannoli sesuai pesanan sehingga kulitnya tetap renyah.
“Cannoli telah menjadi ikon Sisilia,” kata Assenza.
“Dan bagi saya itu adalah perwujudan budaya makanan kontemporer, dalam versi yang kami buat di Caffe Sicilia.”
Assenza menekankan, bahan-bahan yang bagus sangat penting untuk cannoli yang lezat. Selama lebih dari 20 tahun, misalnya, dia menggunakan ricotta yang dibuat oleh Franzo Spada, seorang penggembala lokal dan pemilik produk susu La Pecora Nera.
Spada menerapkan cara kuno untuk menggiring domba ke daerah penggembalaan musiman. Dia yakin, pencarian makanan yang lebih baik mendorong produksi susu yang lebih baik pula.
Dan karena itu, kata Assenza, ricotta yang diproduksi juga akan lebih baik.
“Ricotta yang diantarkan ke kafe kami tiga kali seminggu adalah warisan tradisi yang unik,” ujarnya.
“Tidak ada yang mengganggu cangkang dan isiannya karena Anda perlu menyisakan ruang untuk tepung, ricotta dan bahan lainnya, untuk menjadi mahakarya mungil.”
Terlepas dari yang dibuat oleh orang-orang yang mengagungkan cara-cara tradisional seperti Assenza dan Oliveri, bahan dasar dan cita rasa cannoli di Sisilia telah berubah dari waktu ke waktu.
Penyebabnya adalah kemajuan teknologi dan pengaruh budaya lain, terutama karena panganan ini sudah menyebar ke seluruh dunia.
Saat ini Anda dapat menemukan variasi seperti cannoli multi rasa di Little Italy New York atau kafe Boston’s North End, serta yang isiannya sirup gula dan bacon di Swedia.
Namun terlepas dari penyimpangan dari resep aslinya, struktur cannolo yang membuatnya sangat sulit untuk dimakan tanpa berantakan tetap sama.
“Jika cannoli sudah berumur lebih dari 1.000 tahun, itu tercapai makanan ini memenuhi rasa yang muncul di setiap zaman,” kata Assenza.
“Saya berharap itu akan tetap menjadi hidangan penutup populer yang akan dibeli banyak orang,” tuturnya.